DEFINISI FUTUR
Dari sisi bahasa,
futur berasal dari kata fatara - yafturu – futurun, yang mempunyai dua
makna :
1. Terputus setelah tersambung, atau terdiam setelah bergerak terus.
2. Malas, kendur atau lamban setelah rajin bekerja.
Dari sisi istilah,
futur berarti suatu penyakit yang dapat menimpa seseorang yang berjuang di
jalan Allah. Futur yang paling ringan menyebabkan seseorang terhenti setelah rajin
melakukan ibadah. Ar Roghib berkata,
“ Futur ialah diam setelah giat, lunak setelah keras, atau lemah setelah kuat”.
Orang yang sedang futur mengalami penurunan kuantitas dan kualitas amal shalih,
atau mengalami kemerosotan keimanan maupun keislamannya. Sendi-sendi hatinya
mengendur sehingga berdampak pada turunnya stamina ruhiyah, dan lebih jauh lagi
hal ini mengakibatkan dirinya terjauh dari amal kebaikan dan anjlok
produktivitas amal sholihnya. Futur bisa saja terjadi
pada diri kita. Tanda-tandanya adalah munculnya sifat malas, menunda-nunda,
berlambat-lambat, dan yang paling buruk adalah berhenti dari amal dakwah.
PENYEBAB FUTUR
Ada beberapa
penyebab terjadinya futur yang kemungkinan pernah terjadi pada diri kita.
1. Berlebihan dalam (din) agama.
“ Sesungguhnya din itu mudah, dan tidaklah
seseorang mempersulitnya kecuali akan dikalahkan atau menjadi berat untuk
mengamalkannya” (HR.Muslim). Oleh karena itu amal sholih yang paling
disukai oleh Allah adalah yang sedikit dan kontinyu.
Rosullullah
bersabda “ Lakukanlah amal sesuai dengan
kemampuanmu, karena sesungguhnya Allah tidak merasa bosan, sehingga kamu
sendiri merasa bosan. Sesungguhnya amal yang paling disukai Allah adalah yang
dilakukan secara rutin, walaupun sedikit” (HR. Bukhari & Muslim)
2. Berlebihan dalam hal yang
sifatnya mubah.
Allah
berfirman, “Makan dan minumlah, tapi
jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang
berlebih-lebihan” (QS. Al-A’raf :31)
3. Memisahkan diri dari jamaah.
Sibuk
dengan aktivitas pribadi yang tidak berkaitan langsung dengan kegiatan dakwah
bisa menyebabkan futur. Rosulullah bersabda, “Syetan itu akan menerkam manusia yang menyendiri, seperti serigala
menerkam domba yang terpisah dari kawanannya” (HR.Ahmad)
4. Sedikit mengingat akhirat.
Banyak
mengingat kehidupan akhirat akan membuat seseorang giat beramal. Dirinya akan
selalu diingatkan adanya penghitungan (hisap) atas setiap amalnya. Bila jarang
mengingat mati, jarang ingat akhirat, maka tidak akan kuat dorongan untuk
beramal sholih. Rosullullah bersabda, “ Sekiranya
engkau mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya engkau akan banyak menangis dan
sedikit tertawa”. Para sahabat bertanya, “ Apa yang Anda lihat wahai Rosullullah ? “. “ Aku telah melihat
indahnya syurga dan ngerinya neraka” (HR.Muslim)
5. Masuknya barang yang haram ke
tubuh kita.
Mengkonsumsi
sesuatu yang subhat, apalagi haram, akan melemahkan jiwa. “ Barang siapa menjaga diri dari syubhat, maka dia telah melindungi
agamanya dan kehormatannya. Dan barang siapa terjerurumus ke dalam syubhat,
maka dia bisa terperosok dalam keharaman “ (HR. Bukhari & Muslim)
6. Bersahabat dengan orang yang lemah semangat ketaatannya pada Allah.
Rosullullah
bersabda, “Seseorang sangat dipengaruhi
teman dekatnya, maka hendaklah dia melihat (selektif) dengan siapa dia berteman”
(HR. Abu Daud)
7. Tidak ada perencanaan yang matang baik dalam skala individu (amal fardhi) maupun amal komunitas (amal jama’i).
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah
kepada Allah, dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang akan
diperbuatnya untuk hari (esok) akhirat” (QS. Al Hasyr:18). Amal yang tidak
terencana, tidak memiliki program yang
jelas, tidak akan mendapatkan hasil yang optimal. Oleh karena itu diperlukan
sistematika kerja (minhajiatul amal) untuk melaksanakannya.
8.
Jatuh dalam kemaksiatan
Perbuatan
maksiat membuat hati jadi tertutup, malas, bahkan tidak mau menerima ajakan
kebaikan. Bila kondisi ini terjadi, seorang juru dakwah akan sulit diharapkan
mampu beramal untuk jamaahnya. Menjaga diri saja tidak bisa, apalagi berkiprah
untuk orang lain
BAHAYA FUTUR :
1. Pengabaian amanah.
Futur
menyebabkan kita malas dalam menunaikan tugas dakwah, padahal dakwah adalah
tanggung jawab setiap kita. Pengabaian terhadap amanah akan mengurangi
kontribusi kita pada perbaikan kondisi jamaah.
Apa yang akan kita andalkan pada pertanggugjawaban akhirat kelak?
2. Terpisah dari jalan dakwah.
Bila
futur dibiarkan terjadi tanpa ada upaya evaluasi diri maupun penyadaran melalui
orang lain, maka lambat laun kita akan terpisah dari jalan dakwah dan
meninggalkannya. Bukankah telah kita pahami bahwa jalan dakwah itu jalan yang
mulia, yang dilakukan oleh para nabi dan rosul ?
3. Meninggal dunia dalam kondisi futur.
Bila
futur terus terjadi dan menjadi tabiat kita, maka resiko terbesar adalah mati
dalam kondisi futur. Ini yang paling kita takuti. Mengapa? karena Allah menilai
kita berdasarkan akhir perbuatan kita.
“ Sesungguhnya seorang hamba itu ada yang
melakukan amalan ahli neraka padahal ia termasuk ahli syurga. Dan ada pula yang
mengamalkan amalan ahli syurga, padahal dia termasuk ahli neraka. Sesungguhnya
amalan itu tergantung pada kesudahannya “. (HR. Bukhari)
TERAPI FUTUR
1. Bergaul dengan orang sholih, menggabungkan diri dengan jamaah,
menghadiri majelis taklim / majelis ilmu dien.
2. Evaluasi diri (muhasabah), mengingat mati , membayangkan nikmat syurga
dan adzab neraka
3. Menjaga amal harian dengan istiqomah dan ikhlas
4. Menjaga diri dari waktu luang yang sia-sia, menjaga diri dari hal-hal
yang melampaui batas yang berpeluang jatuh pada kemaksiatan
Sumber : buletin jumat
semoga kita selalu bersemangat dalam beramal sholih..... amin
BalasHapus